A.
Diagnosis
1.
Diagnosis merupakan istilah teknis yang
sering digunakan dalam istilah medis yang dapat diartikan menurut kamus (1988),
a) Penentuan
jenis penyakit dengan meneliti atau memeriksa gejala gejalanya,
b) Proses
pemeriksaan terhadap hal yang dipandang tidak beres,
c) Proses
penemuan penyakit berdasarkan tanda tanda dan gejala dengan menggunakan cara
dan alat seperti laboraturium, foto, dan klinik.
Menurut
Thorndike dan Hagen yang dikutip oleh Sugiharto (2003) dalam tesis yang ditulis
oleh Wiwik S.R, diagnosis dapat
diartikan sebagai berikut:
a) Upaya
atau proses menemukan kelemahan atau penyakit apa yang dialami seseorang dengan
melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala gejalanya,
b) Studi
yang seksama terhadap fakta sesuatu hal untuk menemukan karakteristik atau
kesalahan kesalahan dan sebagainya yang esensial,
c) Keputusan
yang dicapai setelah dilakukan studi yang seksama atas gejala-gejala atau fakta
tentang suatu hal.
2.
Pengembangan Tes Diagnostik
Tes
diagnostik memiliki kesamaan dengan tes acuan kriteria dikarenakan keduanya:
a) Mencoba
mendapatkan informasi tentang kemampuan seseorang dalam ketrampilan yang sangat
kusus dan berkenaan dengan informasi pembelajaran,
b) Harus
difokuskan secara tajam dan
c) Skor
total tidak banyak memberikan arti (Mehrens
dan Lehmann, 1973 dalam tesis yang ditulis oleh Wiwik S.R)
Tes
diagnostik diberikan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan siswa (Thorndike
dan Hagen, 1977). Menurut Abdurrahman(1999) tes diagnostik sebagai alat ukur
untuk mendapatkan gambaran tentang klien secara menyeluruh dan tujuan utama
diagnosis adalah untuk mempelajari keadaan seseorang individu agar dapat diklarifikasikan
kedalam kelompok tertentu. Hopkins dan Antes (1979) menyatakan tes diagnostik adalah
alat atau
instrumen
yang digunakan untuk identifikasi ketidakmampuan belajar. Tes diagnosis dapat
disajikan secara berkelompok maupun secara individual. Menurut Cronbach (1984)
diagnosis mengacu pada suatu tes yang disusun berdasarkan informasi tentang
kelemahan siswa.
Tes
diagnostik ini dapat dilaksanakan dengan secara lisan, tertulis, perbuatan atau
kombinasi ketiganya. Kriteria pengembangan tes menurut Makmun (2001) adalah
a) Memiliki
taraf ketepatan (vallidity) yang memadai, yaitu bahwa alat ukur itu benar-benar
mengukur apa yang hendak diukur,
b) Memiliki
taraf kemantapan sehingga hasil pengukurannya dapat dipercayai (reliability),
maksudnya adalah jika instrumen tersebut digunakan secara berulang terhadap hal
serupa hasil pengukurannya akan menunjukkan korelasi yang tinggi,
c) Memiliki
kepraktisan (practicality), yaitu instrumen itu dapat diadministrasikan dengan
mudah,
d) Memiliki
keampuhan (effectiveness), yaitu mempunyai daya pembeda yang tinggi antara
siswa yang pandai dari siswa yang lemah.
Tes
diagnostik dikembangkan berdasarkan acuan kriteria, yang artinya bahwa semua
materi yang diajarkan diukur keberhasilannya.
B.
Kesulitan Belajar
1. Pengertian
Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar merupakan suatu
kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan
mencapai suatu tujuan, sehingga memerlukan usaha yang lebih keras untuk dapat
mengatasinya. Prayitno dalam Buku Bahan Pelatihan Bimbingan dan Konseling (Dari
“Pola Tidak Jelas ke Pola Tujuh Belas”) Materi Layanan Pembelajaran, Depdikbud
(1996), menjelaskan: Kesulitan belajar
dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam proses belajar mengajar yang
ditandai dengan adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar
yang optimal.
2. Ciri
Tingkah Laku Siswa yang Mengalami Kesulitan Belajar
Beberapa ciri tingkah laku yang
merupakan pernyataan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain:
a) Menunjukkan
hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh
kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
b) Hasil
yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada
siswa yang selalu berusaha untuk belajar dengan giat, tapi nilainya yang
dicapainya selalu rendah.
c) Lambat
dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar. Ia selalu tertinggal dari
kawan-kawannya dalam menyelesaikan tugas-tugas sesuai dengan waktu yang
tersedia.
d) Menunjukkan
sikap-sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, menentang, berpura-pura,
dusta dan sebagainya.
e) Menunjukkan
tingkah laku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak
mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau di luar kelas, tidak mau
mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, mengasingkan diri,
tersisihkan, tidak mau bekerja sama, dan sebagainya.
f) Menunjukkan
gejala emosional yang kurang wajar, seperti pemurung, mudah tersinggung,
pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu.
3. Prosedur
dan Teknik Diagnostik Kesulitan Belajar
Menurut Burton (1952:640-652)
terdapat beberapa teknik dan instrument yang digunakan dalam pelaksanaan
tahapan diagnosis kesulitan belajar, antara lain :
a) General
diagnosis
Pada tahap ini lazim dipergunakan tes
baku, seperti yang dipergunakan untuk evaluasi dan pengukuran Psikologis dan
hasil belajar. sasarannya, untuk menemukan siapakah siswa yang diduga mengalami
kelemahan tertentu.
b) Analystic
diagnostic
Pada tahap ini yang lazimnya digunakan
ialah tes diagnostic. Sasarannya untuk mengetahui dimana letak kelemahan
tersebut.
c) Psychological
diagnosis
Pada tahap ini teknik pendekatan dan
instrument yang digunakan antara lain:
1) Observasi
2) Analisis
karya tulis
3) Analisis
proses dan respon lisan
4) Analisis
berbagai catatan objektif
5) Wawancara
6) Pendakatan
labolatories dan klinis
7) Studi
kasus
Dalam Buku Bahan Pelatihan Bimbingan
dan Konseling (Dari “Pola Tidak Jelas ke Pola Tujuh Belas”) Materi Layanan
Pembelajaran, Depdikbud (1996) mengatakan bahwa secara skematik langkah-langkah
diagnostik dan remedial kesulitan belajar untuk kegiatan bimbingan belajar,
sebagai berikut:
Berikut ini, penjelasan skema di atas
tentang langkah-langkah diagnostik dan remedial kesulitan belajar, sebagai
berikut :
1) Identifikasi
Kasus Pada langkah ini, menentukan siswa mana yang diduga mengalami kesulitan
belajar. Cara-cara yang ditempuh dalam langkah ini, sebagai berikut:
(a) Menandai
siswa dalam satu kelas untuk kelompok yang diperkirakan mengalami kesulitan
belajar.
(b) Caranya,
ialah dengan membandingkan posisi atau kedudukan prestasi siswa dengan prestasi
kelompok atau dengan kriteria tingkat keberhasilan yang telah ditetapkan.
(c) Teknik
yang ditempuh dapat bermacam-macam, antara lain:
(1) Meneliti
nilai hasil ujian semester yang tercantum dalam laporan hasil belajar (buku
leger), dan kemudian membandingkan dengan nilai rata-rata kelompok atau dengan
kriteria yang telah ditentukan.
(2) Mengobservasi
kegiatan siswa dalam proses belajar mengajar, siswa yang berperilaku menyimpang
dalam proses belajar mengajar diperkirakan akan mengalami kesulitan belajar.
2) Identifikasi
Masalah Setelah menentukan dan memprioritaskan siswa mana yang diduga mengalami
kesulitan belajar, maka langkah berikutnya adalah menentukan atau
melokalisasikan pada bidang studi apa dan pada aspek mana siswa tersebut
mengalami kesulitan. Antara bidang studi tentu saja ada bedanya, karena itu
guru bedang studi lebih mengetahuinya. Pada tahap ini kerjasama antara petugas
bimbingan dan konseling, wali kelas, guru bidang studi akan sangat membantu
siswa dalam mengatasi kesulitan belajarnya. Cara dan alat yang dapat digunakan,
antara lain:
(a) Cara
yang langsung dapat digunakan oleh guru, misalnya:
(1) Tes
diagnostik yang dibuat oleh guru untuk bidang studi masing-masing, seperti
untuk bidang studi Matematika, IPA, IPS, Bahasa dan yang lainnya. Dengan tes
diagnostik ini dapat diketemukan karakteristik dan sifat kesulitan belajar yang
dialami siswa.
(2) Bila
tes diagnostik belum tersedia, guru bisa menggunakan hasil ujian siswa sebagai
bahan untuk dianalisis. Apabila tes yang digunakan dalam ujian tersebut
memiliki taraf validitas yang tinggi, tentu akan mengandung unsur diagnosis
yang tinggi. Sehingga dengan tes prestasi hasil belajar pun, seandainya valid
dalam batas-batas tertentu akan dapat mengdiagnosis kesulitan belajar siswa.
(3) Memeriksa
buku catatan atau pekerjaan siswa. Hasil analisis dalam aspek ini pun akan
membantu dalam mendiagnosis kesulitan belajar siswa.
(b) Mungkin
pula untuk melengkapi data di atas, bisa bekerjasama dengan orang tua atau
pihak lain yang erat kaitannya dengan lembaga sekolah. Caranya, antara lain:
(1) Menggunakan
tes diagnostik yang sudah standar
(2) Wawancara
khusus oleh ahli yang berwewenang dalam bidang ini.
(3) Mengadakan
observasi yang intensif, baik di dalam lingkungan rumah maupun di luar rumah. d
Wawancara dengan guru pembimbing dan wali kelas, dengan orang tua atau dengan
teman-teman di sekolah
4. Faktor-Faktor
Penyebab Kesulitan Belajar
Faktor penyebab kesulitan belajar
dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
a) Faktor
internal, yaitu faktor-faktor yang berasal dalam diri siswa itu sendiri. Hal
ini antara lain, disebabkan oleh:
1) Kelemahan
fisik, pancaindera, syaraf, cacat karena sakit, dan sebagainya.
2) Kelemahan
mental: faktor kecerdasan, seperti inteligensi dan bakat yang dapat diketahui
dengan tes psikologis.
3) Gangguan-gangguan
yang bersifat emosional.
4) Sikap
kebiasaan yang salah dalam mempelajari materi pelajaran.
5) Belum
memiliki pengetahuan dan kecakapan dasar yang dibutuhkan untuk memahami materi
pelajaran lebih lanjut.
b) Faktor
eksternal, yaitu faktor yang berasal
dari luar diri siswa, sebagai penyebab kesulitan belajar, antara lain:
1) Situasi atau proses belajar mengajar yang tidak
merangsang siswa untuk aktif antisipatif (kurang memungkinkan siswa untuk
belajar secara aktif “student active learning”).
2) Sifat
kurikulum yang kurang fleksibel.
3) Beban
studi yang terlampau berat.
4) Metode
mengajar yang kurang menarik
5) Kurangnya
alat dan sumber untuk kegiatan belajar
6) Situasi
rumah yang kurang kondusif untuk belajar.
5. Pemecahan
Kesulitan Belajar
Banyak alternatif yang diambil guru
dalam mengalami kesulitan belajar siswanya. Akan tetapi, sebelum pilihan
tertentu diambil guru sangat diharapkan untuk terlebih dahulu dilakukan
beberapa langkah-langkah penting.
a. Menganalisis
hasil diagnosis yakni menelaah bagian-bagian masalah dan hubungan antar bagian
tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai kesulitan belajar yang
dialami siswa.
b. Mengidentifikasi
dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang memerlukan pernaikan.
c. Menyusun
program perbaikan, khusunya program remedial teaching (pengajaran
perbaikan).
Implikasi :
Setiap siswa pernah mengalami masalah
kesulitan belajar, guru mata pelajaran harus mampu membaca gerak-gerik siswa
yang mengalami kesulitan belajar, sebelum di tes dengan berbagai macam tes
diagnosis guru haruslah menyelidik terlebih dahulu siswa yang mengalami
kesulitan tersebut. Tes yang dilakukan dapat disesuaikan dengan kesulitan yang
dihadapi. Kesulitan yang terjadi pada siswa diakibatkan oleh beberapa faktor yang
sudah dijelaskan sebelumnya. Untuk penyelesaian dapat disesuaikan dengan
permasalahan yang terjadi. Menurut saya kebanyakan kasus yang terjadi di
lapangan adalah factor eksternal yaitu kondisi lingkungan rumah yang kurang
kondusif utuk belajar, penyelesaian yang dapat dilakukan untuk masalah tersebut
adalah dengan cara membangun komunikasi Antara guru dengan siswa dan orang tua
siswa tersebut, dapat juga diadakan program remedial untuk membantu siswa
memperbaiki pemahaman terhadap materi pelajaran.
Daftar Pustaka
Riani, Wiwik Sustiwi. 2007. Diagnosis Kesulitan
Belajar Matematika Pada Pokok Bahasan Bilangan Bulat Pada Siswa Kelas V Sekolah
Dasar Di Kecamatan Wonosari Kabupaten Gunungkidul. [Online] tersedia di : http://muazar-psikolog.com/wp-content/uploads/2014/08/Diagnosa-Anak-Bermasalah-Diagnostik-Kesulitan-Belajar.pdf
Sugiyanto. Psikologi Pendidikan Diagnostik Kesulitan
Belajar (Dkb). [Online] tersedia di: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/sugiyanto-mpd/26-bab-6.pdf